Kamis, 20 Agustus 2015

PERSPEKTIF ISLAM: PRODUKTIVITAS KERJA DI MATA ISLAM

Suatu siang di kota Madinah yang sibuk. Rasulullah mencium tangan salah seorang umatnya. Maklum karena ia seorang buruh yang terbiasa bekerja keras, tentu saja telapak tangannya sangat kasar. “Inilah tangan yang dicintai Allah dan Rasul-Nya” demikian seru beliau pada khalayak yang hadir di tempat itu.
Pada kesempatan lain, beliau menegur seseorang yang malas dan meminta-minta, seraya menunjukkan kepadanya jalan ke arah kerja produktif. Rasulullah meminta orang tersebut menjual asset yang dimilikinya dan menyisihkan hasil penjualannya untuk modal membeli alat (kapak) untuk mencari kayu bakar di tempat bebas dan menjualnya ke pasar. Beliau pun memonitor kerjanya untuk memastikan bahwa ia telah mengubah nasibnya berkat kerja produktif. Begitulah, kerja produktif memang memiliki nilai yang tinggi dalam islam.
Rasul bersabda: “tidak ada yang lebih baik dari seseorang yang memakan makanan, kecuali jika makanan itu diperolehnya dari hasil jerih payahnya sendiri. Jika seseorang diantara kamu mencari kayu bakar, kemudian mengunmpulkan kayu itu dan mengikatnya dengan tali lantas memikul di pungggungnya, sesungguhnya itu lebih baik dibandingkan dengan meminta-minta kepada orang lain.” (HR Bukhari Muslim). Sebaliknya, sangat tercela seorang muslim yang kerjaannya meminta-minta pada orang lain. “Barang siapa membuka pintu bagi dirinya untuk meminta-minta, maka Allah akan membuka pintu kemelaratan bagi dirinya” (HR Ahmad)
Dengan bekerja dan menghasilkan sesuatu, lambat laun seseorang akan mandiri secara ekonomi. Demikian pula halnya dengan negara semakin banyak warganya yang mandiri, serta bekerja dan berusaha secara produktif, akan semakin tinggi tingkat kemandiriannya. Sebaliknya semakin tinggi tingkat pengangguran, semakin rendah pula tingkat kemandirian ekonomi negara tersebut.

Oleh karena itu usaha dan langkah-langkah yang mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha dan lapangan kerja seperti usaha kecil, medapat prioritas tinggi dalam islam.

Etika Profesi Akuntan

  1. Tanggung Jawab Profesi, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
  2. Kepentingan Publik, setiap anggota untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalismenya.
  3. Integritas, setiap anggota wajib memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik.
  4. Objektivitas, setiap anggota harus bersifat objektif dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
  5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan prinsip kehati-hatian, kompeten, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan.
  6. Kerahasiaan, setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
  7. Perilaku Profesional, setiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
  8. Standar Teknis, Setiap anggota wajib melaksanakan penugasan dari penerima jasa sesuai dengan keahlian dan kehatihatian, selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas.